WIJI THUKUL. Teka Teki Orang Hilang - Tempo (2015)
Ia cadel, rambutnya lusuh, pakaiannya kumal, celananya
seperti tak mengenal sabun dan setrika. Bila penyair ini membaca puisi ditengah
buruh dan mahasiswa, aparat memberinya cap sebagai agitator, penghasut.
“Kalau teman-temanmu tanya kenapa Bapakmu dicari-cari polisi
jawab saja: ‘karena Bapakku orang berani’.” tulisnya dalam pelarian, untuk
anaknya, Fitri Nganthi Wani.
Di Yogyakarta, Thukul kerap berkunjung ke Rumah Sakit Mata
Dr. Yap di Jalan Cik Di Tiro, di selatan kawasan kampus Universitas Gajah Mada.
Di sana, Thukul beropbat. Mata kanan Thukul cedera hampir buta pada aksi buruh PT Sri Rejeki Isman Textile (Sritex) di Sukoharjo, Jawa
Tengah, Desember 1995.
Selama tinggal di Kalimantan, Thukul memakai nama samaran
Paulus. Menurut Thomas, identitas itu diperkuat dengan membuat KTP. Thukul
alias Paulus tercatat sebagai warga Desa Ambawang, Kecamatan Sungai Ambawang,
Pontianak.
Selama tinggal bersama keluarga ini (Pontianak), Thukul
membuat belasan puisi. Temanya mengenai kehidupan sosial masyarakat Dayak. Dia
memiliki meja dan kursi kerja di kamarnya. Karya tersebut ditulis dalam
lembaran-lembaran kertas. Selain “Baju Bekas”, satu judul puisi lain yang masih
diingat Martin adalah “Bapak Pasti Kembali”. Kelihatannya ini ditujukan untuk
dua anaknya, terutama Fithri Nganthi Wani.
Di Jakarta, selain mesti terus memastikan diri aman di
persembunyian, sebagian kegiatan Thukul adalah menulis untuk kepentingan PRD.
Penerbitan memang jadi urusan Thukul. Thukul menulis di Suluh Pembebasan, yang
menjadi saluran resmi partai. Karya Thukul yang dimuat selalu berhubungan
dengan kesenian.
Mugianto -aktivis PRD yang pernah diculik- bercerita, ketika
dia diculik, para penculiknya berkali-kali menanyakan apakah ia mengenal
Thukul. Mereka menyebut Thukul si pembuat pamflet.
“Ngapain kamu, orang lain menderita, kamu mewah sekali.
Priyayi sekali kamu.” ujar Wahyu,
menirukan perkataan Thukul kala itu.
Abdul sangat terkesan oleh perlakuan Thukul terhadap buku.
Thukul pernah memarahi Abdul karena menggunakan buku sebagai tatakan untuk
mangkuk mie instannya. “Jangan sekali-kali menggunakan buku buat tatakan. Itu
karya manusia yang harus dihargai,” ujarnya.
Thukul selalu membawa tas yang terbuat dari kantong terigu
berwarna putih. Di dalam tas terdapat buku, pakaian, dan kacamata baca. Sebelum
tidur, Thukul menyempatkan diri membaca buku yang dibawanya. Setelah itu
biasanya ia menulis, entah catatan, entah puisi. Potongan rambutnya tak ada
yang khusus. Dia membiarkan rambutnya yang ikal sedikit tergerai di leher.
Pada September 1996, pemerintah melarang dan membubarkan
PRD. Sejak itu, organisasi ini kacau. Ada 13 pemimpin dan kader PRD yang
ditangkap dan diadili. Ketua PRD, Budiman Sudjatmiko, ditangkap pada Agustus
1996. Dia mengeluarkan instruksi kepada kader PRD agar terus bergerak dibawah
tanah. “Kader-kader PRD yang bergerak di sektor mahasiswa, buruh, tani, dan
kaum miskin kota agar meneruskan perjuangan dengan cara mendirikan komite-komite
aksi tanpa mencantumkan nama PRD.
Berbagai kesibukan aktivis PRD dalam gerakan bawah tanah
ataupun organisasi legal membuat mereka terlambat menyadari hilangnya Thukul.
Sistem sel gerakan bawah tanah dengan pola komunikasi tertutup juga menyumbang
keterlambatan informasi. PRD mulai mencari Thukul pada 1999 dan membentuk tim
investigasi orang hilang.
Sejumlah aktivis lainyang diculik pada tahun 1997-1998 tak
jelas nasibnya hingga kini. Mereka adalah Yani Afri, Sonny, Hermawan Hendrawan,
Deddy Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Petrus Bima Anugerah, dan Wiji
Thukul. Penyelidikan oleh Komnas HAM menyimpulkan, penculikan aktivisitu
memenuhi unsur joint criminal enterprise, yaitu melibatkan pelaku dari berbagai
institusi, terencana, dan dieksekusi bersama-sama. Institusi yang terlibat
yaitu Kopassus, Kepolisian, Badan Intelejen ABRI, dan Komando Distrik Militer
Jakarta Timur.
Di Bengkel Teater asuhan W. S. Rendra, Thukul bertemu dengan
Cempe Lawu Warta. Lawu lah yang memberikan nama Thukul. Nama asli Thukul sesungguhnya
adalah Wiji Widodo. Wiji Thukul artinya Biji Tumbuh. Setelah bernama Wiji
Thukul, Thukul sempat menambahkan nama Wijaya di belakangnya menjadi wiji
Thukul Wijaya. Tapi kemudian ia membuangnya karena sering diledek
teman-temannya sebagai nama borjuis.
PERINGATAN
Jika
rakyat pergi
ketika
penguasa pidato
kita
harus hati-hati
barangkali mereka putus asa
Kalau
rakyat sembunyi
dan
berbisik-bisik
kertika
membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila
rakyat tidak berani mengeluh
itu
artinya sudah gawat
dan
bila omongan penguasa
tidak
boleh dibantah
kebenaran pasti terancam
Apabila
usul ditolak
suara
dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh
subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: Lawan!
Di bidang musik, Thukul tidak peka. Dia juga tidak bisa
berteater dan menari meski di SMKI mengambil jurusan tari. Lalu di bidang oleh
vokal lebih sulit lagi karena Thukul sangat cadel. Lawu menemukan bakat Thukul
di bidang puisi. “Dia suka membaca dan menulis. Ketika membaca tulisannya, saya
tahu dia punya bakat sebagai pujangga”. Puisi-puisi awal Thukul sudah
mengandung kritik, tapi sama sekali tidak politis.
Dalam sebuah workshop di Kota Solo, Thukul bertanya kepada
para peserta, “sopo sing duwe pit montor?” tidak ada yang menjawab. “Sopo sing
duwe pit?” tiga orang angkat tangan. “Sopo sing duwe lambe, cangkem, ilat?”
orang-orang bingung lantas angkat tangan semua. Kemudian Thukul berkata tegas
“yo iku paitanmu, modalmu sing paling penting. Wong mlarat mung duwe paitan
cangkem, piye kowe nyuworo.”
Jaringan Kesenian Rakyat (Jaker) merupakan kumpulan dari
kantong-kantong komunitas kesenian di berbagai daerah. Jaker terbentuk karena
para pekerja seni merasa perlu membuat organisasi yang mampu mewakili aspirasi,
tapi tetap bisa berjalan dengan baik di bawah pemerintahan represif. Jaker ini
digagas di Sanggar Suka Banjir milik Thukul di Solo pada awal tahun 1994. Jaker
kelak menjadi organ kebudayaan PRD.
Pada demonstrasi buruh Sritex pada tahun 1995, Thukul yang
dianggap sebagai salah satu koordinasi aksi oleh polisi mengalami cedera pada
mata kanannya akibat kepalanya dibenturkan ke kap mobil polisi. Demonstrasi ini
menuntut kenaikan upah pekerja. Banyak juga laporan mengenai
kesewenang-wenangan perlakuan kepegawaian seperti lembur berlebihan, keguguran,
dan sakit saluran pernapasan. Kondisi tersebut bertolak belakang dengan
perusahaan yang berhasil meraup untung besar. Tapi aksi ini bukan semata urusan
pabrik dan pekerjanya. Bagi PRD, demonstrasi Sritex merupakan gerakan politik
kaum buruh melawan orde baru. Sritex merupakan simbol dari penguasa karena
berada dalam perlindungan Cendana.
Yang khas dari puisi Thukul adalah bagian dari aksi, bukan mengenai aksi. Karena itu puisi Thukul hidup tanpa memerlukan pengenalan siapa pengarangnya. Puisinya beredar, hidup kemana-mana, melampaui dirinya. Puisi Thukul adalah peristiwa, bukan lagi kata-kata. Barangkali itulah sebabnya Thukul dihilangkan. Pada masanya banya kritik terhadap orde baru yang ditulis oleh seniman, beberapa seniman diancam penjara oleh orde baru, tapi hanya Thukul yang dihilangkan.
CATATAN MALAM
Anjing
nyalak
lampuku
padam
aku
melentang
sendirian
Kepala
di bantal
Pikiran
menerawang
Membayangkan
pernikahan
(pacarku buruh harganya tak lebih dari 200 rupiah per jam)
Kukibaskan
pikiran tadi dalam gelap makin pekat
Aku
ini penyair miskin
Tapi
kekasihku cinta
Cinta menuntun kami ke masa depan
24 Februari 1988 malam, Sipon -nama panggilan Siti Dyah Sujirah-
duduk terpekur, terdiam dengan hati yang berbunga-bunga mendengar puisi Catatan
Malam dibacakan oleh Thukul. Oktober 1988 akhirnya mereka menikah. Halim H. D.
yang ditugasi sebagai juru foto pernikahan menyayangkan bahwa hasil jepretannya
tidak ada yang bisa tercetak.
Semenjak Jaker bergabung dengan PRD pada tahun 1994, Thukul
semakin jarang pulang. Puncaknya ketika beberapa anggota kepolisian mendatangi
rumahnya di Solo tahun 1996, sejak saat itu Thukul tidak bisa mendatangi lagi
rumahnya. Dalam pelariannya, Thukul harus mencuri kesempatan untuk bertemu
dengan Sipon. Setiap bertemu, mereka membikin janji untuk pertemuan berikutnya.
Pada tahun 2009, Fitri Nganti Wani menerbitkan sebuah buku
kumpulan puisi berjudul Selepas Bapakku Hilang. Buku itu berisi 74 puisi yang
ditulisnya selama 8 tahun sejak tahun 2000.
Yang khas dari puisi Thukul adalah bagian dari aksi, bukan mengenai aksi. Karena itu puisi Thukul hidup tanpa memerlukan pengenalan siapa pengarangnya. Puisinya beredar, hidup kemana-mana, melampaui dirinya. Puisi Thukul adalah peristiwa, bukan lagi kata-kata. Barangkali itulah sebabnya Thukul dihilangkan. Pada masanya banya kritik terhadap orde baru yang ditulis oleh seniman, beberapa seniman diancam penjara oleh orde baru, tapi hanya Thukul yang dihilangkan.
Muhamad Rizal
ReplyDeleteAlFatihah ...
Buat Wiji Thukul
(Dimana kamu berada Tuhan lah Maha Mengetahui ....)
Aamiiin ya Rabb