Istri Nitip - Ceritanya Mau ke Istana Negara


Pagi itu, sekitar jam 5 pagi saya menumpang kereta api Argo Parahyangan menuju Jakarta. Sampai di Stasiun Gambir, rencananya saya akan dijemput oleh Reza, teman hidup saya sekarang ini, yang saat itu statusnya masih teman dekat. Kami berencana untuk bertamasya, melepas penat sejenak dari keriuhan pekerjaan yang menumpuk di kantor masing-masing. Kereta api adalah salah satu moda transportasi favorit kami, sering sekali kami bepergian menggunakan kereta api. Favorit karena sepanjang jalan kami bisa menikmati pemandangan, mengamati stasiun-stasiun kecil, mengamati kondisi dan kegiatan orang-orang yang tinggal di daerah sekitar kota utama, dan yang pasti naik kereta sekarang ini sangatlah nyaman kondisinya.

Jam saya menunjuk angka 8, sepertinya sudah mau sampai. Dari kejauhan sudah terdengar keriuhan para penumpang yang bersiap-siap untuk turun. Kereta api berhenti, tanda para penumpang akan segera menyudahi perjalanannya dan bersiap untuk melanjutkan aktivitas berikutnya. Turun dari kereta, saya segera menuju ruang tunggu, melewati koridor-koridor stasiun yang ramai dengan aktivitas para ex atau calon penumpang. Mencari-cari tempat duduk yang kosong, dan, aha...ada tempat kosong yang tersisa, duduklah saya disebelah seorang bapak yang sedang membaca koran. Saya segera merogoh handphone di tas, niatnya mau menelepon Reza untuk bertanya sudah sampai dimana dia sekarang. Lama tidak diangkat, sewaktu diangkat, suaranya tampak baru bangun tidur. Aduh, ternyata dia memang ketiduran, merasa bersalah dia segera menjawab telepon saya dan meminta maaf. Tak apalah menunggu sebentar, saya paham pasti dia kelelahan selepas bekerja kemarin.

Tak lama ternyata Reza sudah tiba. Agak kebingungan saya bertanya kenapa cepat sekali sampai, dan dia bilang "Ngebut, ade,,,kasian ade sendirian di Stasiun, maafin Aa yah,,,,", romantis yah? Saya tadinya mau menjahili dia dengan berpura-pura marah, tapi karena kasian dan ada sedikit bumbu romantisme muncul, akhirnya saya urungkan niat saya. Oke mari kita tinggalkan sang pujangga dan segera bertamasya. Tujuan pertama kami, Istana Negara. Wah, tapi sayang, gagal nih Istana Negara, begitu sampai pintu masuk, ternyata tutup. Aduh, kecewa sekali kami, dan tampak sekali kami kebingungan saat diberhentikan oleh bapak-bapak petugas yang berjaga di gerbang. Mereka menyampaikan, bahwa untuk sementara waktu kunjungan tamu ke Istana Negara dihentikan, dan entah sampai kapan akan dibuka kembali. Ya, mungkin istana sedang direnovasi atau mungkin juga akan ada acara besar dihelat di sana, jadi tamu dari luar untuk sementara dilarang masuk.

Semenjak masa pemerintahan Bapak Jokowi, ada sedikit perubahan peraturan soal kunjungan tamu luar ke Istana Negara, tapi sepertinya sekarang istana sudah mulai bisa dikunjungi kembali seperti biasa. Aduh, sayang sekali, padahal saya sudah semangat sekali mau masuk ke dalam istana, jauh beda dengan Reza yang sudah pernah berkunjung ke Istana Negara. Akhirnya, mobil Reza arahkan menuju Museum Gajah. Pertama kali saya ke sana, menyenangkan sekali tempatnya. Melihat patung peninggalan sejarah dan berbagai macam bentuk kebudayaan Indonesia, indah sekali. Terkagum-kagum kami melihat seisi museum, Indonesia, luar biasa. Tak jarang pula kami membahas soal isi keterangan yang tertera pada masing-masing objek atau pajangan, dan yang pasti Reza banyak sekali menyimpan foto-foto objek dari Museum Gajah itu.


Monumen Nasional


Setelah lama berkeliling, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Monumen Nasional. Saya semangat sekali mau berkunjung kesana, terlebih karena kami akan masuk ke dalam monumennya dan naik sampai ke puncak monumen. Tidak lama, sampai lah kami di Monas, wah, ternyata antrian untuk menuju ke puncak sangat panjang sekali. Sekitar 2-3 jam kami habiskan untuk mengantri, tapi akhirnya kami bisa masuk juga ke dalam, bagus juga isi dalamnya. Yang menarik untuk saya adalah miniatur-miniatur jaman perjuangan bangsa Indonesia yang terpajang dalam kotak kaca, selain itu adanya rekaman suara presiden Soekarno ketika membacakan teks proklamasi. Rasanya masuk Monas itu, seperti kita memang berada di jaman penjajahan, perjuangan dan kemerdekaan Indonesia, luar biasa. Lama sudah kami berkeliling, dan perut kami pun mulai keroncongan. Akhirnya kami memutuskan untuk keluar dan membuka bekal kami di mobil. Setelah makan dengan lahap dan menunaikan ibadah solat, tamasya hari itu pun harus kami akhiri. Saya kembali pulang ke Bandung dan Reza kembali ke kosannya. Terima kasih Reza untuk tamasyanya, jangan lupa diagendakan terus yah, agar hidup kita seimbang antara bekerja dan berlibur,hehehe,,,,  




Comments

Popular posts from this blog

7 Mei 2017 Piknik Ke Situ Ciburuy Anu Laukna Hese Dipancing

TED Talks - Simon Sinek (Cara Pemimpin Hebat Menginspirasi Tindakan)

DIGITAL CHAMPIONSHIFT - M. AWALUDDIN (2015)

GARTNER Top 10 Trends of 2019

SISTEM TERMINAL PENUMPANG - Horenjeff (2010)